Klasik banget ya untuk membahas arti
sahabat di jaman kayak gini. Rasanya sudah bukan masanya lagi terutama buat
siapa saja yang sudah punya pengalaman hidup diatas 20 tahun. Atau bahkan untuk
yang punya pengalaman hidup dibawah 20 tahun. Ya..siapapun lah, berapapun
usianya sekarang, tetap saja, punya pengalaman masing-masing tentang hidup,
pergaulann hidup, teman hidup dan lingkungan hidup.
Sesuai dengan pengalaman hidupku selama
ini, jika ditanya tentang sahabat dan arti sahabat, sekarang ini, bingung dan
tidak tau. Iyaa.. serius.. tidak tau, bahkan mungkin untuk saat ini, tidak ada
sahabat. Semuanya sama, hanya teman biasa, teman bermain, teman - teman yang
saling membutuhkan , saling menguntungkan. Yang saya rasakan ya itu, tidak ada
teman yang tulus, tidak ada teman sejati, yang mana sering kebanyakan orang
bilang dengan istilah ” Sahabat”. Benar…tidak ada istilah itu dalam
kamus hidupku saat ini. Kasihan ya..?? Terserah deh apapun itu istilah untuk
saya, tidak penting. Hemmm… atau karena saya yang terlalu menutup diri ya?
Haahaa….
Memang, pengalaman saya ya itu yang
akhirnya membuat saya berpikir demikian, berpikir tidak penting adanya seoarang
sahabat. Pengalamanku adalah kisah hidupku 2 tahun yang lalu. Dan ceritanya
adalah momen sebelum 2 tahun itu sendiri. Begini, saya pernah berada dipuncak
posisi karier yang cukup mapan untuk ukuran orang seumuran saya saat itu. Untuk
yang namanya soulmate, teman sejati, sahabat baik itu ada aja. Gampang dan
hadir begitu saja. Apalagi teman yang hanya sekedar untuk menghilangkan rasa
bosan, kantuk yang tak berarti, kejenuhan dalam pekerjaan, bete dan sebagainya.
Behh.. mudah sekali. Dan ketika disalah satu momen kehidupanku saat itu, saya
akhirnya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan yang sudah sangat nyaman, sangat
saya nikmati dan saya cintai dengan segala fasilitas yang ada dan dengan alasan
pribadi saya , kemudian harus memulai segala sesuatunya dari NOL BESAR, harus
menanggung segala resiko dan konsekuensi dari keputusan yang saya buat yang
menyangkut masa depan saya itu.
Seketika itu juga, sesaat setelah
keputusan besar saya buat, perlahan tapi pasti, saya merasakan kekosongan dan
mulai kehilangan mereka- mereka itu. Satu persatu, meninggalkan aku, disaat aku
sedang terpuruk dan jatuh tak berdaya. Disaat- saat Tuhan sedang mengujiku.
Hingga akhirnya lagi, saya kemudian menutup diri, tidak berharap banyak, harus
berbesar hati, melakukan sesuatu yang positif untuk hidupku, yang kemudian juga
saya harus bangkit, harus berjuang, dan bekerja keras untuk kembali normal,
kembali ke kehidupan nyata, menghadapi kenyataan pahit dan terima apa adanya.
Tanpa siapapun, tanpa bantuan mereka, tiada yang mau datang mendengarkan isi
hati, tiada yang menawarkan bantuan. Yang ada , mungkin hanya rasa belas
kasihan, hanya iba terhadapa nasibku, mencibir dan berkata dalam hati, bodohnya
saya, kenapa bisa buat keputusan seperti ini.
Benar, ini keputusan yang sangat amat
besar, keputusan yang luar biasa besar resikonya. Tapi hanya Tuhan dan saya
saja yang tau semuanya, yang tau jelas duduk permasalahan hati ini. Dan yang
lainnya, tidak akan mengerti karena mereka sama sekali tidak mau mengerti,
tidak mau datang memahami hatiku. Lha… hanya sebatas teman. Untuk apa serepot
itu???
Untunglah, keluarga yang selama ini,
selalu memberiku dukungan dan semangat luar biasa. Keluargakulah yang memberiku
nyawa kembali, keluargaku jugalah yang menjadi tempat peraduan dan tempat
berlindung. Dan sekarang, puji syukur kepada Tuhan, kehidupanku mulai membaik,
mulai merangkak naik. Semoga semakin hari semakin baik.
Karena itu semua, menurut saya, tidak
ada yang namanya sahabat, tidak ada yang namanya teman sejati. Yang ada hanya
teman yang saling menguntungkan. Teman yang saling membutuhkan jika ada
keperluan. Maap untuk teman - temanku jika sampai akhirnya saya harus mempunyai
pemikiran seperti ini. Saya juga tidak tau kenapa dan apa yang terjadi saat
itu? Apakah saya benar- benar ditinggalkan? Atau karena mereka juga mempunyai
kesibukan tersendiri? Tapi jaman canggih sekarang ini, satu panggilan telepon untuk
menanyakan kabar juga tidak bisa. Sudahlah, toh semua sudah berlalu, hidup
tetap harus berlanjut, kehidupan tetap harus dijalani, ada atau tidak ada
mereka, tetap harus menghadapi hidupku. Seperti pepatah, segala sesuatu itu
datang dan pergi. Tidak ada yang abadi. Roda kehidupan juga terus berputar.
Memulai hidup baru dengan orang baru, lingkungan baru, keadaan dan situasi
baru, bertemu dengan hal- hal yang baru dan melakukan sesuatu yang baru. Semoga
saja, satu hari, saya bisa menemukan kembali seorang sahabat, dan saya bisa
mengerti sejatinya arti sahabat.
With Love,
Husin Peng
0 comments