Open top menu
Saturday 6 April 2013



Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersir-kulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa diben-ruk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi ter-hadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat meng-hentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini me-nimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan kom-plikasi metabolik akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insidens penya¬kit makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.

Tipe Diabetes
Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda; penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah:
·         Tipe I: Diabetes melitus tergantung insulin (insulin-dependent diabetes mellitus [IDDM])
·         Tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes mellitus [NIDDM])
·         Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
·         Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes mel¬litus [GDM])
Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami diabetes tipe I, yaitu diabetes yang tergantung insulin. Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancur-kan oleh suatu proses otoimun. Sebagai akibatnya, pe-nyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
Kurang-lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes tipe II pada mulanya diatasi dengan diet dan latihan. Jika kenaik¬an glukosa darah tetap terjadi, terapi diet dan latihan tersebut dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral. Pada sebagian penyandang diabetes tipe II, obat oral tidak mengendalikan keadaan hiperglikemia sehingga diperlu¬kan penyuntikan insulin. Di samping itu, sebagian pe¬nyandang diabetes tipe II yang dapat mengendalikan penyakit diabetesnya dengan diet, latihan dan obat hipo-glikemia oral mungkin memerlukan penyuntikan insulin dalam periode stres fisiologik akut (seperti sakit atau pembedahan). Diabetes tipe II paling sering ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.

Epidemiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang menye-rang kurang lebih 12 juta orang. Tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis; sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerika Serikat, kurang-lebih 650.000 kasus diabetes baru didiagnosis setiap tahunnya (Healthy People 2000, 1990).

Tinjauan Fisiologi dan Patofisiologi
Fisiologi Normal
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe sel dalam pulau-pulau Langer-hans pankreas. Insulin merupakan hormon anabolik atau hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Apabila seseorang makan makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan giukosa ke dalam sel-sel otot, hati serta lemak. Dalam sel-sel tersebut, insulin menimbulkan efek berikut ini:
·         Menstimulasi penyimpanan giukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk glikogen)
·         Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose
·         Mempercepat pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari protein makanan) ke dalam sel
Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan.
Selama masa "puasa" (antara jam-jam makan dan pada saat tidur malam), pankreas akan melepaskan secara terus-menerus sejumlah kecil insulin bersama dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon (hormon ini disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans). Insulin dan glukagon secara bersama-sama mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimu-lasi pelepasan glukosa dari hati.
Pada mulanya, hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen (glikogenolisis). Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati membentuk glukosa dari pemecahan zat-zat selain karbohidrat yang mencakup asam-asam amino (glukoneogenesis).

Patofisiologi Diabetes
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidak-mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiper-glikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kebilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normal-nya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan'terjadi diabetes tipe II.


Etiologi
Diabetes Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diper-kirakan turat menimbulkan destraksi sel beta.
Faktor-faktor Genetik. Penderita diabetes tidak me-warisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderangan genetik ke arah terjadi-nya diabetes tipe I. Kecenderangan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen pasien berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).
Faktor-faktor Imunologi. Pada diabetes tipe I terda-pat bukti adanya suatu respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terha-dap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I. Riset dilaku-kan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak mem-perlihatkan gejala klinis diabetes). Riset lainnya menyeli-diki efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.
Faktor-faktor Lingkungan. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa keren-tanan genetik merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe I merupakan hal yang secara umum dapat diterima.

Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan me-megang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
·         Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
·         Obesitas
·         Riwayat keluarga
·         Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormal-kan aktivitas insulin dan kadar giukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar giukosa darah normal (leuglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
·         Diet
·         Latihan
·         Pemantauan
·         Terapi (jika diperlukan)
·         Pendidikan
Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya di samping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan dari riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang konstan dan modifikasi rencana penanganan oleh profesional kesehatan di samping penye-suaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan tersebut, namun pasien sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi yang kompleks itu setiap hari-nya. Karena alasan ini, pendidikan pasien dan keluarga-nya dipandang sebagai komponen yang penting dalam menangani penyakit diabetes sama pentingnya dengan komponen lain pada terapi diabetes.

Pengendalian Diabetes dan Uji Komplikasi
Pengendalian Diabetes dan Uji komplikasi The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) merupakan ujicoba klinik prospektif selama 10 tahun untuk menen-tukan dampak pengendalian giukosa yang intensif terha-dap proses timbulnya dan perkembangan komplikasi diabetes seperti retinopati, nefropati serta neuropati. Suatu kohor yang terdiri atas 1.441 penderita diabetes tipe I secara random ditangani dengan terapi tradisional (pe-nyuntikan insulin 1 hingga 2 kali per hari) atau terapi yang intensif (penyuntikan insulin 3 hingga 4 kali per hari atau terapi dengan pompa iasulin). Data end-point dikum-pulkan selarna 9 tahun (1993).

Penatalaksanaan Diet
Prinsip Umum. Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:
1.      Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
2.      Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai .
3.      Memenuhi kebutuhan energi
4.      Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap hari-nya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5.      Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda merupakan hal penting. Di samping itu, konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan meDgkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah.
Kepatuhan jangka panjang terhadap perencanaan ma¬kan merupakan salah satu aspek yang paling menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan membatasi kalori yang moderat mungkin lebih realistis. Bagi pasien yang berat badannya sudah turun, upaya mempertahankan berat badan sering lebih sulit dikerjakan. Untuk membantu pasien ini dalam mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru ke dalam gaya hidupnya, maka keikutsertaannya dalam terapi perilaku, dukungan kelompok dan penyuluhan gizi yang berke-lanjutan sangat dianjurkan.
Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi insulin intensif, penentuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan makan serta latihan.
Tagged
Different Themes
Written by Lovely

Aenean quis feugiat elit. Quisque ultricies sollicitudin ante ut venenatis. Nulla dapibus placerat faucibus. Aenean quis leo non neque ultrices scelerisque. Nullam nec vulputate velit. Etiam fermentum turpis at magna tristique interdum.

1 comment: